Jepang membentuk organisasi BPUPKI untuk mendapatkan kepercayaan dari rakyat Indonesia bahwa Jepang akan menjadikan Indonesia menjadi negara yang merdeka. Bagaimanakah berbagai aspek dari keberadaan BPUPKI ? Berikut penjelasannya.
A. Awal Pembentukan
Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbii Chosakai) merupakan badan yang dibentuk pemerintah Jepang sebagai upaya untuk mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia.
Jepang membentuk BPUPKI dengan harapan kedatangan Sekutu ke Indonesia akan disambut perlawanan sengit oleh rakyat Indonesia. Oleh karenanya, Jepang berusaha memberikan kesan bermaksud memberikan kemerdekaan negara Indonesia seutuhnya.
BPUPKI dibentuk pada tanggal 1 Maret 1945. Badan bentukan Jepang ini diketuai oleh Dr. K.R.T. Radjiman Widyodiningrat, dengan wakil ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yosio (orang Jepang). BPUPKI beranggotakan 69 orang, yang terdiri dari 62 anggota aktif dan 7 anggota istimewa. Anggota aktif adalah tokoh utama pergerakan nasional Indonesia yang mempunyai hak suara. Sedangkan anggota istimewa adalah perwakilan dari pemerintah Jepang di lembaga tersebut, namun mereka tidak mempunyai hak suara. BPUPKI bertugas mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek politik, tata pemerintahan, ekonomi, dan lainnya yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka.
B. Kiprah BPUPKI
1. Sidang Resmi Pertama
BPUPKI melakukan sidang resmi yang pertama pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945. Sidang tersebut digelar di gedung Cho Sangi In (semasa pendudukan Belanda, dikenal sebagai Gedung Volksraad). Sidang pertama ini bertujuan untuk membahas bentuk negara Indonesia, filsafat negara “Indonesia Merdeka”, serta merumuskan dasar negara Indonesia.
Hal yang paling awal dibahas oleh anggota BPUPKI adalah menyangkut pandangan mengenai bentuk negara Indonesia, yang pada akhirnya disepakati Indonesia berbentuk “Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)”. Lalu agenda sidang yang selanjutnya adalah merumuskan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. BPUPKI harus merumuskan dasar NKRI terlebih dahulu, yang nantinya menjiwai isi dari Undang-Undang Dasar NKRI yang akan dirumuskan kemudian.
Untuk dapat memperoleh rumusan dasar NKRI yang paling tepat, maka agenda selanjutnya adalah mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia. Berikut kesimpulan dari pidato ketiga nasionalis tersebut.
1. Sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima asas dasar negara NKRI, yaitu :
a. Peri Kebangsaan;
b. Peri Kemanusiaan;
c. Peri Ketuhanan;
d. Peri Kerakyatan; dan
e. Kesejahteraan Rakyat.
2. Sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima prinsip dasar negara NKRI, yang dinamakan “Dasar Negara Indonesia Merdeka”, yaitu :
a. Persatuan;
b. Kekeluargaan;
c. Mufakat dan Demokrasi;
d. Musyawarah; dan
e. Keadilan Sosial.
3. Sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara NKRI, yang dinamakan “Pancasila”, yaitu :
a. Kebangsaan Indonesia;
b. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan;
c. Mufakat atau Demokrasi;
d. Kesejahteraan Sosial; dan
e. Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pidato Ir. Soekarno menandai berakhirnya persidangan pertama, setelah itu BPUPKI mengalami masa reses selama satu bulan lebih.
2. Masa Reses antara Sidang Pertama dan Kedua
Di saat masa sela antara sidang pertama dan kedua yang berlangsung sekitar satu bulan, dikarenakan belum adanya hasil yang diperoleh dalam sidang pertama BPUPKI, maka dibentuklah “Panitia Sembilan” yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan wakilnya Drs. Moh. Hatta. Panitia Sembilan dibentuk untuk menggodok berbagai masukan dari konsep-konsep sebelumnya yang telah dikemukakan oleh para anggota BPUPKI.
Setelah melakukan perundingan, pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan menghasilkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai “Piagam Jakarta” atau “Jakarta Charter”. Isi dari dokumen tersebut adalah :
1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3) Persatuan Indonesia.
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Sidang Resmi Kedua
Sidang Kedua BPUPKI berlangsung pada tanggal 10-17 Juli 1945. Agenda sidang kedua ini adalah membahas tentang wilayah NKRI, kewarganegaraan Indonesia, rancangan UUD, ekonomi dan keuangan, serta pembelaan negara. Dalam sidang kedua ini para anggota dibagi lagi menjadi panitia-panitia kecil, yaitu :
1. Pantia Perancang UUD (diketuai oleh Ir. Soekarno).
2. Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso).
3. Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Moh. Hatta).
Sejak tanggal 10-13 Juli 1945, panitia-panitia kecil tersebut melakukan beberapa rangkaian sidang untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Akhirnya, pada tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI melakukan sidang pleno dan menerima laporan dari Panitia Perancang UUD, yang dibacakan Ir. Soekarno. Di dalamnya tercantum 3 masalah pokok yaitu :
1. Pernyataan tentang Indonesia Merdeka.
2. Pembukaan UUD.
3. Batang tubuh UUD yang kemudian dinamakan sebagai “Undang-Undang Dasar 1945”, yang isinya meliputi :
a. Wilayah negara Indonesia adalah sama dengan bekas wilayah Hindia-Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis serta pulau-pulau di sekitarnya.
b. Bentuk negara Indonesia adalah Negara Kesatuan.
c. Bentuk pemerintahan Indonesia adalah Republik.
d. Bendera nasional Indonesia adalah Sang Saka Merah Putih.
e. Bahasa nasional Indonesia adalah Bahasa Indonesia.
Konsep Proklamasi Kemerdekaan negara Indonesia rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alinea pertama Piagam Jakarta, sedangkan konsep UUD hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat Piagam Jakarta.
Belum ada tanggapan untuk "PEMBENTUKAN DAN KIPRAH BPUPKI"
Post a Comment